NIKAH
1. Pengertian Nikah
Menurut bahasa
(etimologi) berasal dari kata “nakaha” yang berarti : berkumpul, bersetubuh,.
Menurut istilah adalah sebagai berikut :
·
Nikah adalah aqad antara
calon laki-istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syariat
·
Nikah adalah aqad yang
telah terkenal dan memenuhi rukun-rukun serta syarat yang telah tertentu untuk
berkumpul
2.
Hukum Nikah
Menurut jumbur ulama (termasuk
Imam Syafi’I ) berpendapat bahwa pernikahan itu hukumnya sunnah. Mereka
beralasan :
· Bahwa
amar ( perintah untuk kawin) dalam ayat 3 surah ann-nisa’ dan sabda Nabi itu
merupakan anjuran sunnat bukan anjuran wajib. Karena amar itu merupakan amar irsyad
yaitu anjuran untuk kemashlahatan dunia
· Allah
menganjurkan di dalam Al-Qur’an bahwa wanita-wanita tua yang tiada perkawinan
lagi, maka Allah tidak melarang mereka itu berbuat demikian dan tidak pula
menganjurkan perkawinan terhadap mereka itu merupakan perintah sunnat.
· Dalam
ayat 39 surah Ali Imran disebutkan bahwa Allah tidak mencela hamba-nya
(laki-laki) yang tidak suka pada wanita . ini sebagai bukti bahwa pernikahan di
anjurkan kepada orang yang berkeinginan utnuk nikah dan ada pula kemampuannya
Menurut Abu daud serta
ulama Dhahiry berpendapat bahwa perkawinan itu hukumnya wajib bagi orang yang
kuasa dan mampu.
Mereka beralasan :
· Bahwa
amar (perintah) pada ayat 3 surah An-Nisaa dan sabda nabi itu adalah amar
wajib.
· Tiap-tiap
perintah Allah dan Rasulnya wajib diikuti dan ditaati dan tidak boleh
ditakwilkan kepada yang lain, Pendek kata bahwa pendapat Abu Daud dan Ulama
dhahiry ini hanya berpegang pada yang termaktub saja.
Sebagian
ulama termasuk Imam Maliki berpendapat bahwa hukum perkawinan itu ada
yang wajib, ada yang haram.
· Perkawinan
itu wajib bagi seseorang yang takut akan jatuh kelembah kejahatan (zina) serta
sanggup dan mampuh nikah.
· Perkawinan
itu haram bagi seseorang yang tiada mau menunaikan kewajibannya terhadap
istrinya, baik nafkah lahir maupun batin
Kriteria mencari calon
pasangan yang dianjurkan oleh Rasulullah diungkapkan dalam hadis nabi berikut :
“Perempuan dinikahi karena empat hal:
Karena hartanya, kecantikannya, keturunannya, Piliihlah karena agamanya niscaya
kamu akan mendapat keuntungannya,” (HR.Bukhari Muslim dan Tirmizi)
3. Hikmah Pernikahan
a. Memelihara
Derajat Manusia
b. Menjaga
garis keturunan
c. Menjalin
kasih sayang
4. Pengertian dan hukum Thalak
a.
Pengertian Thalak
Talak diambil dari kata ithlaq yang artinya melapaskan atau Irsal memutuskan
atau tarkun, meninggalkan, firaaqun perpisahan. Yang dimaksud talak adalah
melepaskan ikatan perkawinan dengan lafazh talak atau sebangsanya..
b. Hukum Thalak
Tentang hukum asal talak,
kebanyakan para ulama berpendapat bahwa talak itu terlarang, kecuali bila
disertai alasan yang benar. Menurut mereka, talak itu kufur (ingkar, merusak,
menolak) terhadap nikmat Alloh, sedangkan perkawinan adalah salah satu nikmat
dan Alloh dan kufur terhadap nikmat Alloh adalah haram. Oleh karena itu, tidak
halal bercerai, kecuali karena darurat.
Mengenai hukum talak, dapat bergeser sesuai
dengan perbedaan illatnya (penyebabnya). Talak menjadi wajib bila dijatuhkan
oleh pihak penengah atau hakamain, jika menurut hakamain tersebut, perpecahan
antara suami istri adalah sedemikian berat sehingga sangat kecil kemungkinan
bahkan tidak sedikitpun terdapat celah-celah kebaikan atau kemaslahatan kalau perkawinan
itu dipertahankan. Talak menjadi haram bila dijatuhkan tanpa alasan yang
prinsipil. Talak seperti ini haram karena mengakibatkan kemadaratan bagi istri
dan anak. Talak juga dapat menjadi sunah apabila istri mengabaikan kewajibannya
sebagai muslimah, yaitu meninggalkan shalat, puasa dll, sedangkan suami tidak
sanggup memaksa untuk menjalankan kewajiban atau suami tidak mampu mendidiknya.
5. Pembagian dan cara
thalak
1. Ditinjau
Dari Keadaan Istri
a. Talak sunni yaitu talak yang
sesuai dengan ketentuan agama, yaitu seorang suami menalak istrinya yang pernah
dicampuri dengan sekali talak di masa suci dan belum didukhul.
b. Talak bid'i yaitu talak yang menyalahi
ketentuan agama, misalnya talak yang diucapkan dengan tiga kali talak pada
waktu bersamaan, atau menalak istri dalam keadaan haid, atau menalak istri
dalam keadaan suci, tetapi sebelumnya telah di dukhul.
2. Ditinjau
Dari Berat-Ringannya Akibat
a Talak raj'i yaitu talak yang
dijatuhkan suami kepada istrinya yang telah dikumpuli, bukan talak yang karena
tebusan, bukan pula talak yang ketiga kali. Pada talak ini, si suami dapat
kembali kepada istrinya dalam masa iddah tanpa melalui perkawinan baru.
b. Talak ba'in yaitu jenis talak yang tidak dapat
diruju' kembali, kecuali dengan perkawinan baru walaupun dalam masa iddah,
seperti talak yang belum di dukhul (menikah tetapi belum disenggamai kemudian
ditalak).
Talak bai'in
terbagi dua:
a Ba'in shughra, talak ini dapat memutuskan
ikatan perkawinan, artinya setelah terjadi talak, istri dianggap bebas
menentukan pilihannya setelah habis masa iddahnya.
b. Ba'in kubra, seperti halnya Ba'in shughra,
status perkawinan telah terputus dan suami tidak dapat kembali kepada istrinya
dalam masa iddah dengan ruju' atau menikah lagi. Namun, dalam hal ba'in kubra
ini ada persyaratan khusus, yakni istri harus manikah dahulu dengan laki-laki
lain, kemudian suami kedua itu menceraikan istri dan setelah habis masa iddah
barulah mantan suami pertama boleh menikahi mantan istrinya.
3. Ditinjau
Dari Penyampaian
a. Talak sharih, yaitu talak
yang diucapkan dengan jelas, sehingga karena jelasnya, ucapan tersebut tidak
dapat diartikan lain, kecuali perpisahan atau perceraian, seperti ucapan
"aku talak kamu".
b. Talak kinayah, yaitu ucapan talak yang
diucapkan dengan kata-kata yang tidak jelas atau melalui sindiran. Kata-kata
tersebut dapat dikatakan lain, seperti ucapan suami "pulanglah kamu".
Talak
dengan tulisan, dapat dianggap jatuh meskipun suami yanh menulis surat itu
dapat berbicara, dengan syarat: Tulisannya jelas dan tertentu. Contoh:
"hai pulanah, engkau saya ceraikan".
Talak dengan isyarat, hanya bagi orang yang bisu dan tidak dapat berbicara.
Karena isyarat adalah alat untuk membuat orang lain memahami keinginannya.
Talak dengan mengirim utusan, bilamana istrinya berada ditempat yang jauh. Utusan
ini sama kedudukannya dengan suaminya yang menceraikannya.
4.
Ditinjau
Dari Masa Berlakunya
a. Berlaku seketika, yaitu ucapan
suami terhadap istrinya dengan kata-kata talak yang tidak digantungkan pada
waktu atau keadaan tertentu. Maka ucapan tersebut berlaku seketika artinya
mempunyai kekuatan hukum setelah selesainya pengucapan kata-kata tersebut.
Seperti ucapan "engkau tertalak langsung". Maka talak berlaku ketika
itu juga.
b. Berlaku untuk waktu tertentu, artinya
ucapan talak tersebut digantungkan kepada waktu tertentu atau pada suatu
perbuatan istri. Berlakunya talak tersebut sesusai dengan kata-kata yang
diucapkan atau perbuatan tersebut benar-benar terjadi. Seperti ucapan suami
kepada istrinya, "engkau tertalak bila engkau pergi ke tempat
seseorang".
Cara thalak
Talak hanya boleh dijatuhkan kalau memang sangat diperlukan dan merupakan
satu-satunya solusi. Itupun setelah melalui usaha-usaha internal maupun
eksternal dengan melibatkan hakamain. Talak sebagai emergency exit, baru dibuka
kalau memang benar-benar dalam keadaan darurat. Jadi, jelaslah bahwa penjatuhan
talaq terkesan dihalangi. Itu pertanda bahwa Islam menghendaki bahwa suatu
perkawinan hanya dilaksanakan sekali selama hidup.
Iddah
a. Pengertian iddah
Iddah ialah masa menunggu yang diwajibkan atas perempuan yang ceraikan oleh
suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, untuk mengetahui perempuan
itu hamil atau sebaliknya atau untuk menunaikan satu perintah dari Allah
(ta’abbudy).
b. Macam-maca
iddah
Iddah terbagi menjadi dua bagian :
1. Iddah perempuan yang ditinggal mati
suaminya
a. Jika hamil – iddahnya ialah dari tanggal mati suaminya
sampai lahir anak yang dikandungnya itu. Hukum ini berdasarkan firman Allah
Surah Talaq : ayat 4
b. Jika tidak hamil – iddahnya ialah selama empat bulan
sepuluh hari, walaupun ia belum pernah disetubuhi atau pun isteri itu masih
kanak kanak atau suami yang mati itu masih kanak-kanak. Hukum ini berdasarkan
firman Allah Surah Al-Baqarah : ayat 234.
2. Iddah perempuan yang diceraikan oleh
suami (cerai hidup) atau fasakh :
a. Jika hamil – iddahnya selesai apabila lahir anak yang
dikandungnya itu baik hidup atau mati. Begitu juga akan selesai iddahnya
apabila lahir (gugur) segumpal daging yang ada rupa atau bentuk anak Adam,
walaupun tak begitu jelas tetapi menurut kata-kata bidan yang berpengalaman
atau para ahli bahwa yang lahir itu adalah bayi.
b. Jika tidak hamil dan perempuan itu dari golongan
perempuan yang mempunyai haid- iddahnya ialah tiga kali suci, Jika perempuan
itu diceraikan di masa suci dan tidak disetubuhi, walaupun hamper haid,
iddahnya akan selesai saat masuk pada haid yang ketiga, tetapi jika ia
diceraikan di waktu sedang haid, iddahnya akan selesai apabila masuk haid yang
keempat. Iddah perempuan yang mustahdhah (yang keluar darah selain dari darah
haid dan nifas) sedangkan ia tahu bilangan hari haid, maksudnya perempuan yang
sudah biasa menempuh masa haid sebelum itu – iddahnya ialah tiga kali suci
juga, tetapi iddah perempuan yang mustahadhah yang masih belum tahu bilangan
haidnya dengan tepat, seperti perempuan yang baru saja mengalami haid- masa
iddahnya dengan kiraan bulan yaitu selama tiga bulan.
c. Jika perempuan yang diceraikan itu masih anak-anak
(belum pernah haid) atau nenek-nenek yang tidak haid lagi – iddahnya ialah :
selama tiga bulan.
Perempuan yang tidak haid adalah seperti berikut :
1. Yang masih kecil (belum cukup umur)
2. Yang sudah cukup umur tetapi belum
pernah haid.
3. Perempuan yang sudah pernah haid
tetepi sudah tua dan putus haidnya.
Rujuk
A. Pengertian Rujuk
Rujuk menurut bahasa artinya kembali, sedangkan menurut istilah adalah
kembalinya seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa
iddah sesudah ditalak raj’i. sebagaimana Firman allah dalam surat al-baqarah
ayat 228.
B. Pendapat Para Ulama tentang
Ruju
Rujuk adalah salah satu hak bagi laki-laki dalam masa idah. Oleh karena itu ia
tidak berhak membatalkannya, walaupun suami berkata: “Tidak ada Rujuk bagiku”
namun sebenarnya ia tetap mempunyai rujuk. Sebab allah berfirman yang artinya:
“Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa penantian itu”.
(al-Baqarah:228) Karena rujuk merupakan hak suami, maka untuk merujuknya suami
tidak perlu adanya saksi, dan kerelaan mantan istri dan wali.
Syarat dan Rukun Rujuk
1. Syarat Rujuk
a.Imam malik berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah
disunnahkan, sedangkan Imam
syafi’I mewajibkan.
b. Belum habis masa idah
c. Istri tidak di ceraikan dengan talak
tiga
d. Talak terjadi setelah persetubuhan.
2. Rukun Rujuk :
1) Suami yang merujuk. Syarat-syarat
suami yang sah merujuk:
a)
Berakal
b) Baligh
c)
Dengan kemauan sendiri
d) sighat (ucapan)
Cara merujuk yang dilakukan suami ada dua
cara :
a. Dengan cara sharih (jelas), seperti ucapan suami
kepada istrinya: ,,saya ruju’ kepadamu”. Ucapan ini harus disertai niat.
b. Dengan ucapan kinayah (sindiran). Seperti ucapan:
,,saya ingin memegang kamu”. Ucapan ini harus disertai niat meruju’
2) Ada istri yang di rujuk. Syarat istri
yang di rujuk:
a) Telah di campuri oleh mantan
suami, sebab jika istri belum pernah dicampuri tidak ada iddah dan berarti
tidak ada rujuk
b) istri dalam
keadaan talak raj’I ,jika ia ditalak dengan talak tiga, maka ia tidak
dapat dirujuk
c) istri masih dalam masa iddah
d) Kedua belah pihak (mantan suami dan mantan istri)
sama-sama suka, dan yakin dapat hidup bersama kembali dengan baik.
e) Dengan pernyataan ijab
dan qabul
C. Syarat lafadz (ucapan) rujuk:
1) Lafaz yang menunjukkan maksud rujuk, misalnya kata
suami “aku rujuk engkau” atau “aku kembalikan engkau kepada nikahku”.
2) Tidak bertaklik — tidak sah rujuk dengan
lafaz yang bertaklik, misalnya kata suami “aku rujuk engkau jika engkau mahu”.
Rujuk itu tidak sah walaupun isteri mengatakan mahu.
3) Tidak berbatas waktu —
seperti kata suami “aku rujuk engkau selama sebulan
D. Hukum Rujuk
1. Wajib apabila Suami
yang menceraikan salah seorang isteri-isterinya dan dia belum
menyempurnakan pembahagian giliran terhadap isteri yang diceraikan itu.
2. Haram Apabila rujuk itu menjadi sebab atau mendatangkan
kemudaratan kepada isteri tersebut.
3. Makruh Apabila perceraian itu lebih baik
diteruskan daripada rujuk.
4. Sunah Sekiranya
mendatangkan kebaikan